-->
Selasa, 20 Agustus 2013 - 0 komentar

Zakaria, Si Pandai Besi dari Gampong Blang Seupeng

Duduk mengawasi tumpukan besi dan plat dihadapannya, Zakaria, seorang pandai besi yang disambangi oleh The Globe Journal, Senin, 19 Agustus 2013, menjelaskan satu persatu alat-alat yang ia produksi. Dia berbagi cerita di sebuah balai sederhana yang terbuat dari dahan bambu dan beratapkan daun rumbia.
Tampak beberapa orang berdatangan membawa parang dan sabit. Benda-benda tersebut, dibakar dan dipertajam oleh Zakaria. Para pelangganya menunggu dan duduk di bangku bambu di bawah pohon-pohon melinjo yang rindang.
“Saya membuat tembilang, linggis, skrop, bunga pagar, dan memperbaiki mata sabit serta parang,” kata lelaki kelahiran Gampong Blang Seupeng, 30 Desember, 1961 itu.
Zakaria adalah salah satu pandai besi yang ada di Gampong Seupeng, Kecamatan Peukan Baro, Pidie. Profesi itu, kata dia, telah ia lakoni sejak Sekolah Dasar dan merupakan pekerjaan turun-temurun keluarganya.
“Dulu sepulang sekolah saya bantu-bantu orang tua. Alah bisa karena biasa. Hingga hari ini saya masih meneruskan profesi ini,” kata dia sambil meneruskan pekerjaannya.
Memproduksi alat-alat, seperti tembilang, linggis, dan skrop, ujar Zakaria, membutuhkan bahan baku yang berupa besi atau plat, arang batok kelapa. Awalnya, besi yang akan digunakan, dipanaskan dengan arang dari batok kelapa selama sepuluh menit. Lalu, dibentuk dengan menggunakan alat pembentuk khusus. Dan setelah terbentuk, akhirnya alat-alat tersebut ditajamkan dengan grenda.
Menurutnya, usaha yang telah ia lakoni tersebut, mampu untuk menopang kehidupan dirinya dan keluarga. Barang-barang yang ia produksi dibeli oleh agen-agen dan dipasarkan ke Banda Aceh hingga ke Medan, Sumatera Utara.
“Plat, saya beli di toko bangunan, seharga Rp 700 ribu. Itu biasanya untuk tiga hari kerja. Nah, kalau besi-besi bekas, saya beli dari agen-agen besi bekas. Untuk setiap alat yang saya produksi, saya menjualnya seharga Rp 50 ribu. Itu habis biasanya diborong ama agen. Seluruh Aceh, ada barang-barang yang saya produksi. Lumayanlah untuk penghasilan saya, setidaknya cukup untuk keluarga,” katanya.
***
Di sudut atas balai tempat kerjanya, terpampang sebuah papan nama, berukuran kecil. Di papan tersebut tertulis: Pemerintah Aceh; Dinas Sosial dan Tenaga Kerja, Program Pemberdayaan Fakir Miskin. Kelompok: Abee Dapu, Blang Seupeng, Peukan Pidie, Pidie, 2010.
Ditanyai mengenai papan tersebut, Zakaria hanya tersenyum tipis dan berkata, “Itu sudah lama. 2010 lalu. Dibantu cuma sekali, per kelompok diberi Rp 10 juta. Satu kelompok terdiri dari 10 pandai besi,” kata Zakaria menerangkan. “Sekarang tidak ada lagi.”[theglobejournal.com]