-->
Kamis, 01 Maret 2012 - 0 komentar

Status "Wali" Menjerat Anak Muda

OLEH : GATRA.COM

Majelis taklim Hasan di Jakarta pertama kali bertempat di rumah Haji Atung, Kampung Kandang, Jagakarsa. Promosi kewalian Hasan membuat banyak anak muda tertarik. Beberapa orang kaya terpikat menjadi donatur. Dana itu, antara lain, untuk promosi lewat spanduk, baliho, umbul-umbul, dan website.
Haji Atung termasuk salah satu penyumbang. Donatur utama lainnya, sebut saja Haji Nuril, dari Cilandak. Rumah Hasan yang kini disebut Istana Segaf di Ciganjur berdiri di atas tanah hibah ayah Nuril. Sebelum Istana Segaf jadi, Hasan sering tinggal di rumah Nuril, plus difasilitasi memakai mobil Nuril.

Sialnya, kata Edo, anak Haji Atung dan Haji Nuril juga jadi korban cabulan Hasan. Pada Mei 2009, Hasan dan istrinya menunaikan umrah, dibiayai seorang pengusaha. Dalam rombongan itu ada sang pengusaha, Haji Nuril dan istri, serta anaknya, Harun, bukan nama sebenarnya. Rombongan ini menginap di Hotel Hilton.

Menjelang tengah malam, Hasan minta istrinya membeli jus. Sang istri berangkat bersama Haji Nuril dan istrinya. Saat itulah, Hasan memanggil Harun ke kamar. "Saat pulang, istri Haji Nuril menemukan Harun di kamar Hasan sedang dipangku Hasan," tutur Edo.

Sewaktu kejadian di Mekkah itu, Harun berusia 15 tahun. Sejak usia 12 tahun, Harun sudah dicabuli Hasan. “Pada waktu umur 12, kemaluan Harun belum bisa bangun. Hasan kasih dia minum paksa obat perangsang,” kata Edo. Proses pelecehan seksual itu terus berlangsung sampai tahun lalu. “Dari sekian korban, Harun paling hancur mentalnya,” Edo menambahkan.

Wakil Ketua KPAI, Asrorun Ni'am, mensinyalir, tindakan pelecehan seksual itu membuat korbannya kecanduan. Akibatnya, orientasi seksual korban dikhawatirkan menyimpang. "Takutnya sekarang mereka addict," katanya. Tanpa Hasan, beberapa korban dikabarkan melakukan aksi yang diajarkan Hasan dengan sesama temannya.

Ada pesan BBM antarkorban yang berisi ajakan untuk saling beraksi di kamar mandi. Ni'am berpandangan, para korban harus menjalani rehabilitasi supaya potensi penyimpangan orientasi seksual itu hilang.

Dalam perbincangan keluarga korban dan KPAI berkembang kesan, polisi lamban menangani kasus ini. "Harusnya dua minggu cukup untuk mendalami keterangan saksi. Setelah itu, pelaku bisa dipanggil," ujar sumber di KPAI. Ada dugaan, polisi takut memeriksa Hasan karena banyaknya massa NM. Tapi juru bicara Polda Metro Jaya, Kombes Rikwanto, membantah takut.

"Tidak ada rasa takut bagi kami. Anggota kami saja yang bersalah pasti ditangkap. Apalagi ini masyarakat biasa," katanya. Terlapor belum diperiksa, kata Rikwanto, karena penyidik masih ingin mengonfirmasikannya kepada saksi ahli bahasa. "Yang dilaporkan statusnya masih terlapor, belum tersangka," kata Rikwanto kepada Deni Muliya Barus dari Gatra.

Tanggapan pro dan kontra berkembang di Kampung Kandang, Jagakarsa, kawasan yang menjadi basis awal pertumbuhan majelis itu. Perbincangan yang diikuti Gatra di Masjid Al-Akhyar, Kampung Kandang, Senin lalu, memperlihatkan resistensi mereka pada NM. Masjid yang dikelola Haji Atung ini dulu tempat pertama Hasan berdakwah. "Nggak di sini saja, Mas, yang menolak. Warga Jagakarsa, Cilandak, sampai Condet pun pada menolak," kata seorang pengurus masjid.

Di sisi lain, ada dukungan tokoh masyatakat setempat, Murtanih. Penolakan warga, kata Murtanih, hanya suara sebagian. "Adanya Numus (Nurul Musthofa) ini sangat besar manfaatnya dibandingkan dengan mudaratnya," kata Murtanih. Anak muda Kampung Kandang jadi mudah diajak mengaji. "Daripada remaja kelayapan nggak jelas, mending mereka ngaji," tuturnya.

Kepala SD Negeri Lenteng Agung 12 itu juga mendengar selentingan soal skandal seksual Hasan. Tapi ia menyerahkannya pada proses hukum, takut jadi fitnah. Ia menjadi jamaah Hasan sejak 1998. "Saya tahu kepribadiannya. Dia orang baik dan santun. Kalau dia sampai melakukan seperti itu, tidak mungkinlah. Buktinya, jamaahnya terus berkembang," katanya.

Empat anak Murtanih juga jamaah NM. Murtanih memang sering mengajak keluarga, anak dan istri, ikut pengajian NM. Ia merasa, anak-anaknya tambah pintar mengaji, juga membaca ratib. "Jadi, tidak benar warga menolak Numus hadir di Kampung Kandang," ia menegaskan.

Gatra menempuh berbagai cara untuk mengonfirmasikan tuduhan itu kepada Hasan bin Ja'far. Gatra meminta waktu wawancara melalui Koordinator NM, Abdulrahman. "Sudah saya sampaikan, tapi Anda tahu sendiri, jadwal habib padat sekali," kata Abdulrahman. Sandy Arifin, yang di beberapa media mengaku sebagai pengacara Hasan, tidak merespons telepon dan SMS Gatra. Surat elektronik melalui Facebook dan e-mail Hasan Assegaf juga tak ditanggapi.

Saat pengajian di makam Habib Kuncung, Kalibata, Sabtu malam lalu, Gatra menyerahkan kartu nama, sekaligus minta wawancara. "Oh ya, dari Gatra," begitu tanggapan Hasan. Senin malam lalu, saat Hasan melakukan pengajian di Kalibata Utara V, Gatra kembali hendak berkonfirmasi.

Usai pengajian, Hasan menuju kendaraannya yang terparkir di sebuah gang sempit. Gatra menjabat tangan Hasan dan menyampaikan konfirmasi. Hasan hanya menjawab, "Oh ya, ya," sembari melenggang masuk Toyota Camry hitam nomor B-1-NM.[GATRA.COM]

0 komentar:

Posting Komentar