Oleh : ACEHKITA.COM
BEKAS Panglima Kodam Iskandar Muda Mayjen Sunarko dipastikan akan
menjadi juru kampanye Partai Aceh pada pemilihan kepala daerah
mendatang. Sunarko yang pernah menjabat di Aceh pada 2008 meminta
sendiri untuk menjadi bagian tim kampanye pemenangan calon gubernur dari
Partai Aceh.
Apa yang mendasari Partai Aceh atas keputusan itu? berikut pernyataan Fachrul Razi, Juru Bicara Partai Aceh.
“Tentunya, Pak Sunarko merupakan bagian dari rakyat Aceh dan
bagian rakyat Indonesia. Tentunya kita mengharapkan kehadiran Pak
Sunarko ini akan memiliki suatu hal yang bisa mempengaruhi semua elemen
itu untuk bisa juga bergabung secepatnya. Sebenarnya bukan hanya Pak
Sunarko, banyak sekali yang sudah bergabung dengan Partai Aceh, baik itu
tokoh nasional maupun tokoh yang berada di Aceh. Tapi tentunya kita
akan mempublish sehari ke depan dan pada deklarasi nantinya.” (JURU BICARA PARTAI ACEH FACHRUL RAZI)
Soenarko lahir di Medan, 1 Desember 1953. Menjabat sebagai Panglima
Kodam Iskandar Muda pada 2008 hingga 2009. Kala itu ia menggantikan
Mayjen Supiadin AS yang akan menjadi Asisten Operasi Panglima TNI.
Pengamat Militer dan Pertahanan Teuku Ardiansyah mengatakan hampir
tidak ada gebrakan dan prestasi apapun oleh Sunarko ketika menjabat di
Aceh. Teuku Ardiansyah juga mengatakan, seharusnya Partai Aceh lebih
bijaksana memilih juru kampanyenya, khususnya dari kalangan militer.
“Menurut saya ada penyesatan-penyesatan, gitu lho. Kalau
kita mau bicara jujur sekarang, siapa dulu sebenarnya yang melarang
bendera Partai Aceh, dulunya pakai nama Partai GAM. Siapa dulunya yang
melarang Partai GAM, itu kan Pak Sunarko. Jadi, agak lucu sekarang jika
tiba-tiba hanya ada satu penyesatan yang beredar misalnya, Pak Sunarko
tidak baik dengan Pak Irwandi, maka kemudian untuk mengganggu kemenangan
Pak Irwandi, masuklah Pak Sunarko ke Partai Aceh.
Menurut saya itu suatu penyesatan yang saya sendiri nggak tahu
di mana korelasi berpikirnya gitu ya. Artinya, kalau pun Pak Sunarko
tidak punya hubungan harmonis dengan Pak Irwandi apakah kemudian berarti
Pak Sunarko punya hubungan lebih baik dengan Partai Aceh atau dengan
mantan kombatan. Menurut saya juga tidak, gitu lho. Bagi saya Pak
Sunarko sebagai mantan militer, mantan Panglima Kodam Iskandar Muda
jelas, bagi saya, tidak mempunyai hubungan yang cukup harmonis dengan
semua pihak yang berasal dari mantan kombatan.” (TEUKU ARDIANSYAH)
Militerisme masih melekat penuh pada tubuh Partai Aceh. Partai yang
dibentuk oleh bekas pejuang Gerakan Aceh Merdeka itu sebelumnya
menggunakan nama Partai GAM, sebagai nama partainya. Nama Partai GAM
kala itu ditentang oleh Sunarko yang masih menjabat sebagai Pangdam
Iskandar Muda.
Fachrul Razi mengaku bahwa ada hubungan yang tidak baik di masa lalu antara GAM dan militer di Aceh.
“Nah, artinya perlu kami sampaikan hari ini kan era sudah era
damai, era apa namanya, semua orang sudah masuk dalam fase perdamaian.
Jadi ya kita tidak perlu melihat ke belakang lagi. Mungkin ada hal-hal
yang pada saat itu terjadi miskomunikasi, kurangnya kesepahaman dan
informasi. Namun dalam proses waktu berjalan, trust building itu kan terus dibangun. Artinya, sudah terbangun kepercayaan dari semua pihak yang hari ini sudah bergabung dengan Partai Aceh.
Apa yang dilakukan Partai Aceh, insya Allah, itu benar, yaitu
mewujudkan MoU Helsinki, perdamaian Aceh yang abadi dan mewujudkan
kesejahteraan. Dan itu sudah terlihat dari beberapa tokoh yang sudah
bergabung, walaupun di masa lalu memang kurang, kurang, terjadinya
miskomunikasi gitu. tapi insya Allah semua itu bisa kita tepis dengan
proses perjalanan waktu.” (JURU BICARA PARTAI ACEH FACHRUL RAZI)
Partai Aceh menduga akan mendulang banyak suara pada pemilihan
mendatang, khususnya dari kalangan keluarga militer. Tapi, menurut Teuku
Ardiansyah, Sunarko pernah tidak sehaluan dengan Presiden SBY sehingga
karir militernya pun tidak sampai pada level tertinggi kala itu.
Artinya, tidak banyak keuntungan apa pun yang didapat dari bekas Danjen
Kopasus ini ketika bergabung sebagai juru kampanye Partai Aceh.
“Yang juga kemudian penting untuk diperhatikan oleh parapihak,
ketika membicarakan seorang purnawirawan TNI, siapakah dia, untuk
bergabung dalam sebuah mesin politik, maka kita harus ingat sekarang
apakah betul misalnya seorang Sunarko punya kemampuan untuk memobilisasi
dukungan. Apa, apakah misalnya kemudian Pak Sunarko selama ini punya
prestasi yang cukup baik, cukup menarik, dalam periode waktu beliau di
Aceh, pada tahun 2008 dan seterusnya.
Seingat saya tidak ada sesuatu yang cukup apa namanya,
menonjol dalam periode Pak Sunarko. Bahkan, seingat saya juga Pak
Sunarko berada di Aceh ketika periode pemilihan presiden dan legislatif
2009. Beliau sempat terkena isu menjadi bagian dari satu kelompok
militer yang tidak sehaluan dengan, apa, dengan SBY, misalnya. jadi
waktu itu ada istilah Jenderal antipresiden S.
Akibat itu kalau nggak
salah, beredar banyak sekali rumor yang mengatakan Pak Sunarko
terpancung lah, tidak lagi mendapatkan promosi jabatan gara-gara itu.
Nah dalam periode waktu sekarang dengan presidennya adalah Presiden S,
Pak Sunarko menjadi bagian dari sebuah pemenangan politik, menurut saya
tidak akan berpengaruh besar.” (TEUKU ARDIANSYAH)
Masyarakat Aceh pernah hidup dan akrab dengan militer di masa lalu.
Rasa trauma akibat konflik di masa daerah operasi militer, kemudian
pemberlakuan darurat militer di Aceh, adalah sebuah pembuktian.
Masyarakat itu, pada 9 April mendatang akan berbondong-bondng menuju
tempat pemungutan suara, memilih pemimpinnya untuk masa lima tahun
mendatang. [Safri Muarif, Radio Rumoh PMI][ACEHKITA.COM]
0 komentar:
Posting Komentar