OLEH : ATJEHPOST.COM
DUA laki-laki itu terlihat serius, bertutur dengan bahasa Arab.
Keduanya terbungkus baju gamis dan berpeci. Yang satu lengkap dengan
kain ridak. Dua laki-laki itu, warna kulitnya hampir sama, perawakannya
juga tidak jauh beda. Bedanya, yang memakai kain ridak jenggotnya lebih
panjang dan jambang tebal.
Mereka terus saja bicara sambil saling menatap. Beberapa laki-laki lain
hanya menyimak. Entah mengerti atau tidak dengan pembicaraan dua
laki-laki itu. Mereka berdiri tidak jauh dari pintu masuk bekas Kantor
Imigrasi Lhokseumawe, petang kemarin, Jumat, 3 Januari 2012. Di tempat
ini, 55 pengungsi Myanmar dikarantina setelah ditemukan terdampar di
perairan Bluka Tubai, Krueng Geukuh, Aceh Utara pada Rabu, 1 Februari.
Satu dari dua laki-laki itu, yang memakai kain ridak, langsung saya
kenali wajah dan namanya. Wajahnya mudah diingat, berjambang tebal dan
jenggot panjang. Dari 55 warga Myanmar yang terdampar itu, hanya dia
yang berjambang tebal dan jenggot panjang. Wajahnya saya kenali sejak di
Bluka Tubai. Tapi namanya baru saya ketahui saat ia difoto oleh petugas
Imigrasi, Kamis, 2 Februari. Saat difoto, ia memegang kertas
bertuliskan, Nurul Islam, umur 20 tahun.
Lalu siapa satu laki-laki satu lagi, yang juga memakai baju gamis?
Hhhmmm... wajahnya tidak terekam dalam ingatan saya. Sayapun mencoba
menebak, ia bukan salah satu dari “manusia perahu” itu. Tak mau
penasaran terlalu lama, langsung saja saya tanya dengan bahasa Aceh.
Ops... ternyata ia Teungku Aceh. Namanya, Teungku Muhammad Amin, Imum
Syiek Masjid Al-Abrar, Kareung, Peunteut, Blang Mangat, Lhokseumawe.
Saya tidak menyia-nyiakan kesempatan ini. “Beruntung” batin saya. Ada
orang yang bisa berkomunikasi dengan warga Rohingnya. Harap maklum,
sejak pengungsi Myanmar itu ditemukan terdampar di Bluka Tubai, bisa
dibilang belum ada yang berhasil berkomunikasi secara lancar dengan
mereka. Bahkan, petugas Kantor Imigrasi Lhokseumawe terpaksa menunggu
penerjemah bahasa Myanmar yang rencananya akan dibawa pihak IOM
(International Organization of Migration) dari Medan ke Lhokseumawe.
Apa saja yang Teungku Muhammad Amin bicarakan dengan Nurul Islam? “Saya
tanyakan asal mereka, kebetulan Nurul Islam ini bisa bahasa Arab. Dan,
di Myanmar, beliau ini adalah seorang Ustad (Teungku). Pengakuan beliau,
sebagian pengungsi ini termasuk muridnya,” kata Teungku Muhammad Amin
yang juga alumni salah satu dayah di Lamno.
“Tempat pengajian di Myanmar, tempat beliau mengajarkan pengajian,
bernama Taqmil Ulum Walfununun Islam. Beliau juga teungku imum (imam
salat) bagi jamaah salat pengungsi ini yang semuanya muslim,” kata
Teungku Muhammad Amin lagi kepada saya.
Saya mengangguk. Lalu saya minta bantuan Teungku Muhammad Amin untuk
menanyakan beberapa hal kepala Nurul Islam, mungkin lebih tepat disapa
Teungku Nurul Islam. Layaknya seorang penerjemah, Teungku Muhammad Amin
pun menerjemahkan pertanyaan-pertanyaan yang saya ajukan kepada Teungku
Nurul Islam dengan bahasa Arab. Dan, Teungku Nurul Islam menanggapi
dengan tenang.
“Mereka sebenarnya mau ke Malaysia, tapi dalam perjalanan, pengaruh
gelombang laut terbawa ke Aceh. Selama 13 hari di laut, empat hari
mereka tidak makan karena kehabisan makanan yang dibawa,” kata Teungku
Muhammad Amin.
Mengapa mereka ke Malaysia? “Di Myanmar, mereka tersisih, dikucilkan.
Sehingga mereka sering kelaparan. Mereka punya banyak keluarga, kerabat
dan sahabat di Malaysia yang sudah lebih dulu mencari rezeki di sana.
Khusus Nurul Islam ini, pengakuan beliau kedua orangtuanya masih berada
di Myanmar. Beliau sudah pamit pada orangtua mau ke Malaysia,” katanya.
Lalu mengapa ada beberapa anak di bawah umur bersama mereka? “Nurul
Islam bilang ada lima anak kecil dalam rombongan mereka. Orangtua dan
saudara dari anak-anak itu ada di Malaysia”.
Saya terus saja mengorek informasi melalui tanya-jawab Teungku Muhammad
Amin dan Teungku Nurul Islam. Kali ini saya minta bantu ditanyakan,
apakah mereka mau kalau dideportasi atau dipulangkan ke negaranya?
“Tidak mau pulang ke sana, mereka takut dizalimi. Mereka minta dibawa ke
Malaysia untuk mencari rezeki, karena di Myanmar tidak bisa mencari
penghasilan,” kata Teungku Muhammad Amin mengutip penjelasan Teungku
Nurul Islam.
Teungku Nurul Islam mengaku masih lajang. Mengetahui hal itu, spontan
Teungku Muhammad Amin bertanya, apakah mau dijodohkan atau menikah
dengan perempuan Aceh atau Indonesia? Sambil terkekeh Teungku Nurul
Islam memberi isyarat dengan tangannya sebagai tanda tidak mau. Lalu,
Teungku Nurul Islam berkata: “Malaysia-Malaysia”.
Apa maksudnya ia menyebut Malaysia-Malaysia? “Beliau bilang, dengan
perempuan Malaysia beliau mau menikah,” kata Teungku Muhammad Amin.
Ledakan tawa menutup cerita Teungku Rohingnya kepada Teungku Aceh.[][ATJEHPOST.COM]
0 komentar:
Posting Komentar