-->
Selasa, 28 Februari 2012 - 0 komentar

Ketika Teungku Rohingya Bertemu Teungku Aceh

OLEH : ATJEHPOST.COM

DUA laki-laki itu terlihat serius, bertutur dengan bahasa Arab. Keduanya terbungkus baju gamis dan berpeci. Yang satu lengkap dengan kain ridak. Dua laki-laki itu, warna kulitnya hampir sama, perawakannya juga tidak jauh beda. Bedanya, yang memakai kain ridak jenggotnya lebih panjang dan jambang tebal.

Mereka terus saja bicara sambil saling menatap. Beberapa laki-laki lain hanya menyimak. Entah mengerti atau tidak dengan pembicaraan dua laki-laki itu. Mereka berdiri tidak jauh dari pintu masuk bekas Kantor Imigrasi Lhokseumawe, petang kemarin, Jumat, 3 Januari 2012. Di tempat ini, 55 pengungsi Myanmar dikarantina setelah ditemukan terdampar di perairan Bluka Tubai, Krueng Geukuh, Aceh Utara pada Rabu, 1 Februari.

Satu dari dua laki-laki itu, yang memakai kain ridak, langsung saya kenali wajah dan namanya. Wajahnya mudah diingat, berjambang tebal dan jenggot panjang. Dari 55 warga Myanmar yang terdampar itu, hanya dia yang berjambang tebal dan jenggot panjang. Wajahnya saya kenali sejak di Bluka Tubai. Tapi namanya baru saya ketahui saat ia difoto oleh petugas Imigrasi, Kamis, 2 Februari. Saat difoto, ia memegang kertas bertuliskan, Nurul Islam, umur 20 tahun.

Lalu siapa satu laki-laki satu lagi, yang juga memakai baju gamis? Hhhmmm... wajahnya tidak terekam dalam ingatan saya. Sayapun mencoba menebak, ia bukan salah satu dari “manusia perahu” itu. Tak mau penasaran terlalu lama, langsung saja saya tanya dengan bahasa Aceh. Ops... ternyata ia Teungku Aceh. Namanya, Teungku Muhammad Amin, Imum Syiek Masjid Al-Abrar, Kareung, Peunteut, Blang Mangat, Lhokseumawe.

Saya tidak menyia-nyiakan kesempatan ini. “Beruntung” batin saya. Ada orang yang bisa berkomunikasi dengan warga Rohingnya. Harap maklum, sejak pengungsi Myanmar itu ditemukan terdampar di Bluka Tubai, bisa dibilang belum ada yang berhasil berkomunikasi secara lancar dengan mereka. Bahkan, petugas Kantor Imigrasi Lhokseumawe terpaksa menunggu penerjemah bahasa Myanmar yang rencananya akan dibawa pihak IOM (International Organization of Migration) dari Medan ke Lhokseumawe.

Apa saja yang Teungku Muhammad Amin bicarakan dengan Nurul Islam? “Saya tanyakan asal mereka, kebetulan Nurul Islam ini bisa bahasa Arab. Dan, di Myanmar, beliau ini adalah seorang Ustad (Teungku). Pengakuan beliau, sebagian pengungsi ini termasuk muridnya,” kata Teungku Muhammad Amin yang juga alumni salah satu dayah di Lamno.

“Tempat pengajian di Myanmar, tempat beliau mengajarkan pengajian, bernama Taqmil Ulum Walfununun Islam. Beliau juga teungku imum (imam salat) bagi jamaah salat pengungsi ini yang semuanya muslim,” kata Teungku Muhammad Amin lagi kepada saya.

Saya mengangguk. Lalu saya minta bantuan Teungku Muhammad Amin untuk menanyakan beberapa hal kepala Nurul Islam, mungkin lebih tepat disapa Teungku Nurul Islam. Layaknya seorang penerjemah, Teungku Muhammad Amin pun menerjemahkan pertanyaan-pertanyaan yang saya ajukan kepada Teungku Nurul Islam dengan bahasa Arab. Dan, Teungku Nurul Islam menanggapi dengan tenang.

“Mereka sebenarnya mau ke Malaysia, tapi dalam perjalanan, pengaruh gelombang laut terbawa ke Aceh. Selama 13 hari di laut, empat hari mereka tidak makan karena kehabisan makanan yang dibawa,” kata Teungku Muhammad Amin.

Mengapa mereka ke Malaysia? “Di Myanmar, mereka tersisih, dikucilkan. Sehingga mereka sering kelaparan. Mereka punya banyak keluarga, kerabat dan sahabat di Malaysia yang sudah lebih dulu mencari rezeki di sana. Khusus Nurul Islam ini, pengakuan beliau kedua orangtuanya masih berada di Myanmar. Beliau sudah pamit pada orangtua mau ke Malaysia,” katanya.

Lalu mengapa ada beberapa anak di bawah umur bersama mereka?  “Nurul Islam bilang ada lima anak kecil dalam rombongan mereka. Orangtua dan saudara dari anak-anak itu ada di Malaysia”.

Saya terus saja mengorek informasi melalui tanya-jawab Teungku Muhammad Amin dan Teungku Nurul Islam. Kali ini saya minta bantu ditanyakan, apakah mereka mau kalau dideportasi atau dipulangkan ke negaranya? “Tidak mau pulang ke sana, mereka takut dizalimi. Mereka minta dibawa ke Malaysia untuk mencari rezeki, karena di Myanmar tidak bisa mencari penghasilan,” kata Teungku Muhammad Amin mengutip penjelasan Teungku Nurul Islam.

Teungku Nurul Islam mengaku masih lajang. Mengetahui hal itu, spontan Teungku Muhammad Amin bertanya, apakah mau dijodohkan atau menikah dengan perempuan Aceh atau Indonesia? Sambil terkekeh Teungku Nurul Islam memberi isyarat dengan tangannya sebagai tanda tidak mau. Lalu, Teungku Nurul Islam berkata: “Malaysia-Malaysia”.

Apa maksudnya ia menyebut Malaysia-Malaysia? “Beliau bilang, dengan perempuan Malaysia beliau mau menikah,” kata Teungku Muhammad Amin. Ledakan tawa menutup cerita Teungku Rohingnya kepada Teungku Aceh.[][ATJEHPOST.COM]

0 komentar:

Posting Komentar